Selamat datang di bangtahar.blogspot.com semoga kita menjadi pemuda dan pemudi harapan bangsa Pemuda-pemudi Awal Bangsa Yang Kuat dan Kokoh

Selasa, 25 Februari 2014

Janji Sang Caleg (Tahar)

Janji Sang Caleg


 
Diatas kursi bambu yang reot, pak  bujang menjulurkan kedua kakinya. Sebentar-sebentar tangannya mengurut-ngurut kakinya yang kurus kering itu. Tak lama kemudian dia beranjak dari bangku kemudian ke bilik belakang yang hanya dibatasi rajutan daun rumbia. sembari membuat kopi  lalu diambilnya beberapa potong ubi rebus dari sebuah panci dan diletakkannya diatas piring seng yang sudah mulai berkarat. Kemudian melangkah lagi kedepan dan duduk di kursi bambu itu kembali.
Dinikmatinya berlahan sepotong demi sepotong ubi rebus, ditegukinya pula kopi di gelas untuk memperlancar jalannya kunyahan ubi itu ditenggorokan. Belum sempat gelas nya diletakan, masih ada sisa sedikit kopi diteguknya kembali hingga habis. kemudian gelas diletakan di bawah bangku, setelah itu diambilnya puntung rokok marathon yang yang ada dibungkusnya. Dinyalakan dan dihisapnya kuat-kuat, asapnya dihembuskan perlahan-lahan. Nikmat sekali nampaknya.
Tiba-tiba pintu pak bujang diketuk sesorang dan disusul perawakan lekaki tinggi berjanggut dengan perut yang gendut.
“ooo … pak endro silahkan masuk pak” sambut pak bujang sembari membersihkan kursi bambu yang sudah reot itu. Pak bujang pun mempersilahkan pak endro duduk dibangku reot tersebut.
“bagaimana pak bujang, sihat ken ?”  Tanya pak endro serius. Matanya sesekali memandang rumah kecil itu.
“Alhamdulillah sehat pak endro, ada apa gerangan pak endro datang ke gubuk ku yang reot nih?” Tanya pak bujang
“jadi macem ni pak bujang maksud kedatangan ku ne, berhubung ku dapat mandat dari salah satu calon legislatif kabupaten kite nih. Kuharap bapak malem nanti bisa datang kerumah ku untuk mendengar visi-misi dan program die untuk nyalon DPRD. Dateng aja dulu ingsyallah adelah untuk kite nanti.” Ucap pak endro berapi-api mengajak pak bujang
“lah jadi team sukses kaya nya pak endro sekarang ya ?
“tidak juga pak bujang, kebetulan visi dan misi serta program caleg satu ini memang bagus. Semoga bisa membawa desa kite ke depan nya lebih baik lagi.” Harapan pak endro terhadap caleg pilihannya
“ahh, luar biasa pak endro sekarang. Dak kalah dengan caleg-caleg itu bicaranya. Ingsyallah ku usahakan datang pak” jawab pak bujang
“baiklah kalau begitu, ku tunggu kedatangan pak bujang untuk datang kerumah ku malam ini.  Selagi kita masih bisa memberikan ruang kepada orang yang mau memperjuangkan kemajuan desa kita, harus kita dukung pak.” Ucap pak endro masih sempat membanggakan calegnya sembari berpamitan
Matahari berangsur tenggelam meninggalkan siang dan suara serangga pun saling bersahutan menyambut malam. Pak bujang sudah hapal betul apa yang akan diucapkan caleg-caleg ketika berkampanye, namun malam ini dia akan tetap datang ke rumah pak endro.
Masih ingat dibenaknya Tahun 2009 lalu ketika para calon wakil rakyat beramai-ramai memasang spanduk dan membagikan kalender dan alat peraga kampanye lainnya di masyarakat desa anyer . berbagai macam cara dilakukan oleh banyak caleg untuk menarik simpati masyarakat namun sampai hari ini tidak ada satupun kerja nyata yang dirasakan oleh pak bujang dan khususnya masyarakat desa anyer.
Sudah banyak rupanya masyarakat desa anyer yang berkumpul  di rumah pak endro, mereka sangat berantusias untuk mendengarkan kampanye caleg jagoan pak endro malam ini.
Acara pun dibuka oleh pak endro selaku tuan rumah dengan gaya nya yang khas dia pun menyampaikan pidatonya dengan besemangat. Menurutnya caleg ini tidak akan khianat terhadap rakyat dan mampu meningkatkan kesejahtraan rakyat. Dan masyarakat desa anyer pun masih setia mendengarkan pidato pak endro sampai tiba waktunya caleg jagoan pak endro diberikan kesempatan untuk menyampaikan visi-misi dan programnya dihadapan masyarakat desa anyer.
“Assalamualaikum bapak dan ibu serta para pemuda desa anyer yang saya banggakan” buka sang caleg
“Wa’alaikum salam warrahmatullahiwabarokatu” Jawab masyarakat serentak
“terimakasih saya haturkan kepada bapak-ibu dan pemuda-pemudi desa anyer yang telah bersedia hadir malam ini di kediaman pak endro. Saya percaya kedatangan anda semua malam ini adalah mengharapkan perubahan pada desa anyer dan saya sebagai calon wakil rakyat  kalian saya akan memberikan yang terbaik jika nanti terpilih”.
Pemilu 2014 ada di depan mata tanggal 9 april sebentar lagi, saya harap semua warga desa anyer memberikan kepercayaan kepada saya. Saya akan amanah menjaga kepercayaan anda semua, jangan pernah berhenti untuk sebuah perubahan dan saya akan merubah keadaan kabupaten kita khususnya desa anyer yang sangat saya cintai ini. Jika suatu hari saya khianat terhadap anda semua maka saya siap mundur dari anggota DPRD”. Ucap Sang caleg
Dengan menggebu-gebu dan penuh semangat calon anggota legislative tersebut berorasi di depan masyarakat desa anyer, masyarakat desa anyer yang mendengarkan pun ada yang berbisik dan mengobrol. Tidak semua yang datang mendengarkan apa yang disampaikan oleh sang caleg, karena sebagian masyarakat sudah ada yang bosan dan banyak yang memandang sebelah mata visi misi dan program yang disampaikan oleh sang caleg.
“aok ape dak, bener ape dak yang diucap caleg to. Kelak men lah kepilih dak aben nek negor kite dijalan, jangankan untuk ngebangun kampung kite untuk menyampaikan aspirasi kite kelak  di tingkat legislative pun lom tentu di denger e”. bisik salah satu warga
“dak hiran agik dak men keben-keben caleg to, ngucap janji bai banyak e. asak jadi dak usah ngarep  men nye nek nulung masyarakat’’. Sambung warga yang lain
Sang caleg baru berhenti setelah satu jam setengah lebih berdiri dan berorasi di depan masyarakat desa anyer, dan pak endro pun sudah dengan sigapnya membagikan alat peraga kampanye sang caleg mulai dari kalender, kaos dan amplop berwarna putih ntah apa isinya namun tadi diakhir sang caleg menyampaikan “jangan dilihat apa yang saya berikan sekarang, namun lihat lah apa yang akan saya lakukan jika saya terpilih nanti”.
Acara akhirnya pun bubar, seluruh masyarakat yang datang pun sedikit demi sedikit pulang meninggalkan rumah pak endro. beberapa masyarakat masih ada yang bertahan untuk sekedar ngobrol dan saling bertukar pikiran dengan sang caleg termasuk pak bujang yang masih setia mendengarkan percakapan mereka.
Malam pun semakin larut bahkan mendekati pagi, sang caleg pun berpamitan untuk kembali pulang dengan meninggalkan harapan dan janji-janji kepada masyarakat desa anyer.
Sementara pak bujang masih tertunduk merenung dengan semua yang disampaikan oleh sang caleg, matanya menerawang jauh ke rumah pak endro. Ya, rumah inilah yang akan menjadi saksi tentang janji sang caleg kepada masyarakat desa anyer yang masih banyak mengeluarkan airmata akan ratapan kemiskinan. (Tahar)

Sabtu, 25 Januari 2014

SEMINAR KESEHATAN NASIONAL STIGMA DAN DISKRIMINASI PADA ODHA SERTA PENCEGAHAN TRANSMISI VIRUS DARI IBU KE BAYI


Info Hubungi :

Tahar : 085287900142 / PIN BB 29D73AD3

Salah satu kendala dalam pengendalian penyakit HIV/AIDS adalah stigma dan diskriminasi terhadap orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA). Herek dan Capitiano (1999) mengatakan bahwa timbulnya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA disebabkan oleh faktor risiko penyakit ini yang terkait dengan perilaku seksual yang menyimpang dan penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya atau narkoba. Wan Yanhai (2009) menyatakan bahwa orang-orang dengan infeksi HIV (HIV positif) menerima perlakuan yang tidak adil (diskriminasi) dan stigma karena penyakit yang dideritanya. Stigma dan diskriminasi terjadi karena adanya persepsi bahwa mereka dianggap sebagai “musuh”, “penyakit”, “elemen masyarakat yang memalukan”, atau “mereka yang tidak taat terhadap norma masyarakat dan agama yang berlaku”. Implikasi dari stigma dan diskriminasi bukan hanya pada diri orang atau kelompok tertentu tetapi juga pada keluarga dan pihak-pihak yang terkait dengan kehidupan mereka.
Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA tergambar dalam sikap sinis, perasaan ketakutan yang berlebihan dan persepsi negatif tentang ODHA, dapat mempengaruhi dan menurunkan kualitas hidup ODHA. Stigma dan diskriminasi dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan menjadi salah satu kendala kualitas pemberian pelayanan kesehatan kepada ODHA yang pada akhirnya dapat menurunkan derajat kesehatan ODHA.

HIV dalam kehamilan merupakan salah satu masalah utama dalam bidang obstetri. Risiko infeksi bayi baru lahir dari ibu HIV-seropositif diperkirakan 13 hingga 39 %. Penularan infeksi HIV dari Ibu ke Anak merupakan penyebab utama infeksi HIV pada anak usia di bawah 15 tahun. Sejak HIV menjadi pandemic di dunia, diperkirakan 5,1 juta anak di dunia terinfeksi HIV. Hampir sebagian besar penderita tersebut tertular melalui penularan dari ibu ke anak. Setiap tahun diperkirakan lebih dari 800.000 bayi menjadi terinfeksi HIV akibat penularan dari ibu ke anak. Dan diikuti adanya sekitar 610.000 kematian anak karena virus tersebut. Transmisi maternal ke janin/bayi dapat dicegah bila terdeteksi melalui VCT atau penapisan, perilaku terkendali baik, obat, ANC, maupun pencegahan infeksi, melakukan pemilihan cara melahirkan, pemilihan ASI atau PASI, pemantauan bayi sampai balita, dan mendapatkan dukungan serta perhatian.

Disisi lain, perawatan orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) itu sendiri memerlukan biaya yang sangat tinggi. Setiap hari rata-rata menghabiskan biaya Rp 1,5 juta per orang untuk penggunaan Anti Retrofiral Virus (ARV). Sejauh ini, penyedia jasa asuransi di Indonesia masih belum banyak yang menyediakan pertanggungan untuk HIV/AIDS. Tidak sedikit perusahaan yang memasukkan HIV/AIDS dalam penyakit yang dikecualikan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan sistem jaminan kesehatan terbaru yang diusung pemerintah. BPJS Kesehatan ini menurut kabar yang beredar akan memasukkan penyakit HIV/AIDS ke dalam daftar penyakit yang akan ditanggung. Namun, belum ada kepastian mengenai kelanjutan hal tersebut. Selain itu, bentuk atau sistem dari BPJS Kesehatan ini juga masih belum diketahui ataupun dimengerti masyarakat umum. Untuk itu, kami memasukkan materi mengenai BPJS Kesehatan ini ke dalam seminar yang akan membahas mengenai stigma dan diskriminasi pada ODHA dan pencegahan transmisi virus HIV dari ibu ke bayi.

TUJUAN

Tujuan Umum


  1. Untuk memberikan informasi kepada peserta mengenai permasalahan terkait HIV/AIDS yang salah satunya terkait stigma dan diskriminasi pada ODHA, sehingga diharapkan peserta baik praktisi kesehatan maupun mahasiswa bidang kesehatan (mahasiswa Kebidanan, Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat) yang datang bertambah pengetahuannya terkait HIV/AIDS sehingga dapat diterapkan dalam upaya pencegahan maupun penanggulangan HIV/AIDS. 


Tujuan Khusus


  1. Memberikan informasi mengenai dampak negatif stigma dan diskriminasi pada ODHA.
  2. Memberikan informasi kepada mahasiswa Kesehatan Masyarakat sebagai calon praktisi yang dapat membantu dalam pelenyapan stigma dan diskriminasi pada ODHA melalui promosi kesehatan.
  3. Memberikan informasi kepada mahasiswa Kebidanan sebagai calon praktisi tentang transmisi virus HIV dari ibu ke bayi dan bagaimana upaya pencegahannya.
  4. Memberikan informasi serta pengertian kepada mahasiswa Keperawatan mengenai cara yang efektif dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien HIV/AIDS.
  5. Memberikan informasi mengenai BPJS sebagai sistem jaminan kesehatan yang baru saja diluncurkan dan keterkaitannya dengan penderita HIV/AIDS.
  6. Memberikan informasi yang berguna kepada praktisi kesehatan yang dapat membantu dalam upaya penanggulangan penyakit HIV/AIDS.


TEMA KEGIATAN
“Stigma dan Diskriminasi pada ODHA Serta Pencegahan Transmisi Virus dari Ibu ke Bayi”

WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN
Kegiatan Seminar ini dilaksanakan pada:
Hari, Tanggal : Minggu, 02 Maret 2013
Waktu : Pukul 07.00-13.00 WIB
Tempat : Graha Sucofindo Lt. 2  Jalan Raya Pasar Minggu Kav.
 34 Pancoran, Jakarta Selatan 12780

BENTUK KEGIATAN
Talk Show
Diskusi/Tanya Jawab
Games
Doorprize

PEMBICARA
dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH (Mentri Kesehatan) (tentatif)
Dr Fonny J. Silfanus, M.Kes (Deputi Program KPAN)
Baby Rivona Nasution (Koordinator Nasional IPPI)
ODHA keanggotaan Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI)

dr. Ryan Thamrin (Guest Star)

Moderator:

dr. Nurbaiti, MKM (Praktisi Kesehatan Masyarakat)

Selasa, 21 Januari 2014

Cerita Layang



Cerita Rakyat Bangka Belitung


Cerita Layang adalah adik kandung penguasa Negeri Tanjung Pandan, Ratu Tunggak Rantau Sawangan Ramas. Saat berumur sepuluh tahun, Cerita Layang pergi berkelana tanpa meninggalkan pesan. Bahkan, hingga puluhan tahun dalam pengelanaannya tidak pernah memberi kabar kepada kakak kandungnya. Dapatkah Cerita Layang berkumpul kembali bersama kakak kandungnya? Ikuti kisahnya dalam cerita Cerita Layang berikut ini!
* * *
Alkisah, di Negeri Tanjung Pandan, Provinsi Bangka-Belitung, Indonesia, hiduplah dua orang hulubalang kakak beradik. Sang Kakak bernama Ratu Tunggak Rantau Sawangan Ramas, penguasa Negeri Tanjung Pandan. Sementara sang Adik bernama Cerita Layang yang masih berumur sepuluh tahun, mahir bermain silat dan gemar menolong.
Pada suatu hari, entah alasan apa, Cerita Layang pergi berkelana tanpa memberitahukan kakaknya, Ratu Tunggak. Setelah bertahun-tahun di perantauan, ia pun tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan gagah. Suatu sore, ia sedang duduk bersandar pada pohon nyiur sambil menikmati semilir angin senja Pantai Ujung Tanjung di Pulau Rencong. Di wajahnya terpancar sejuta kerinduan ingin pulang ke kampung halamannya. Di saat sedang tenggelam dalam lamunannya, tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah kapal yang akan menuju ke arah hulu Ketahun.
"Hai, bukankah itu kapal milik Pangeran Cilibumi Aceh?" gumamnya. "Wah, orang serakah itu pasti mau pergi menagih hutang lagi."
Setelah yakin bahwa kapal itu milik Pangeran Cili Aceh, Cerita Layang langsung beranjak dari duduknya hendak mencegat laju kapal itu. Ia sangat mengenal watak Pangeran Cili. Konon, Pangeran dari Aceh itu memiliki sifat licik, yaitu suka menghabisi nyawa orang-orang yang tidak sanggup membayar hutang kepadanya dengan cara menaburi racun dalam makanan mereka. Mengetahui gelagat Pangeran itu, Cerita Layang pun segera mengayuh perahunya yang ditambatkan di tepi laut untuk mencegat kapal itu.
"Hai, Pangeran Cili! Sebaiknya engkau urungkan niat jahatmu itu!" seru Cerita Layang. "Engkau adalah Pangeran yang tamak terhadap harta benda. Sebaiknya engkau serahkan saja sebagian hartamu kepadaku!"
Mendengar seruan itu, Pangeran Cili langsung naik pitam. Ia tidak terima disebut sebagai orang tamak. Dengan lantangnya, ia berteriak menantang Cerita Layang untuk bertarung.
"Hai, Cerita Layang! Selama aku masih bisa menghembuskan nafas, semua harta bendaku akan kupertahankan. Tapi, jika kamu berhasil mengalahkanku dan seluruh anak buahku, kamu boleh mengambil sebagian harta bendaku," tantang Pangeran Cili.
Tanpa berpikir panjang, Cerita Layang langsung menerima tantangan itu. Ia pun segera merapat dan naik ke atas kapal Pangeran Cili. Melihat Cerita Layang berada di atas kapal, Pangeran Cili segera memerintahkan seluruh anak buahnya untuk mengepung sang Pengelana itu.
"Pengawal! Ayo kepung pemuda tolol itu!" seru Pangeran Cili. "Jangan biarkan dia lolos dari tempat ini!"
Mendengar perintah tuannya, puluhan anak buah kapal segera mengepung Cerita Layang. Pertempuran sengit pun tak terelakkan lagi. Mereka menyerang Cerita Layang dengan pukulan dan tendangan secara bergantian. Pemuda gagah dari Tanjung Pandan itu harus berkelit ke sana kemari untuk menghindari serangan musuh yang datang secara bertubi-tubi. Dengan kesaktiannya, ia dapat mengalahkan seluruh anak buah Pangeran Cili. Satu per satu mereka terlempar ke laut dan tewas tenggelam. Kini, hanya Pengeran Cili yang tersisa.
"Hai, Pangeran tamak! Kembalilah ke negerimu!" seru Cerita Layang.
"Aku akui kamu hebat, Cerita Layang! Meskipun kamu telah mengalahkan semua anak buahku yang tidak becus itu, tapi kamu takkan mungkin mengalahkanku. Majulah kalau berani!" tantang Pangeran Cili.
Pertarungan sengit pun terjadi. Pertarungan itu tampak seimbang. Rupanya, Pangeran Cili juga sangat mahir bermain silat. Keduanya silih berganti saling menyerang. Sudah empat belas hari empat belas malam pertempuran itu berlangsung, namun belum satu pun yang terkalahkan. Pada hari kelima belas, Pangeran Cili sudah mulai kelelahan, sedangkan Cerita Layang masih tampak segar bugar. Pada saat yang tepat, Cerita Layang melayangkan sebuah tendangan keras dan tepat mengenai rahang kanan Pangeran Cili. Tak ayal lagi, sang Pangeran pun jatuh tersungkur mencium lantai kapal dan tak mampu lagi melanjutkan pertarungan.
"Engkau memang sakti, Cerita Layang! Aku mengaku kalah," kata Pangeran Cili.
Setelah itu, Pangeran Cili pun menyerahkan sebagian harta kekayaannya kepada Cerita Layang berupa tujuh buah gedung yang berada di Kolam Hulu dan Kolam Hilir, bermacam-macam mata uang ringgit, seperiuk intan, serta dua puluh satu karung emas kepada Cerita Layang. Namun, Cerita Layang tidak mengambil sepersen pun dari harta benda tersebut, melainkan mengembalikannya kepada Pangeran Cili.
"Hai, Pangeran Cili! Ambillah kembali harta bendamu itu sebagai tebusan atas seluruh hutang orang-orang yang berhutang kepadamu. Tapi, ingat! Kamu tidak boleh lagi kembali menagih hutang, apalagi menghabisi nyawa mereka!" ujar Cerita Layang.
"Baiklah, Cerita Layang! Aku berjanji tidak akan menagih hutang kepada mereka?" ucap Pangeran Cili.
Setelah itu, Cerita Layang kembali melanjutkan perjalanan untuk mengelana dari satu pulau ke pulau yang lain. Ketika ia sampai di sebuah ujung pulau, tampak dua buah rejung (kapal) yang hendak menepi. Rupanya, pemilik kedua rejung tersebut adalah rentenir juga. Mereka adalah Malim Kumat dan Malim Pantap. Alangkah terkejutnya Cerita Layang setelah menyelidiki isi kedua kapal itu. Ia melihat banyak benda-benda berharga milik Kerajaan Tanjung Pandan yang sangat dikenalinya. Ia yakin bahwa kedua rentenir tersebut baru pulang dari menagih hutang di Negeri Tanjung Pandan. Selain itu, Cerita Layang juga melihat dua remaja yang sedang di tawan di atas kapal itu. Namun, ia tidak mengetahui bahwa mereka adalah keponakannya sendiri, yaitu Sindiran Dewa dan Dewa Pasindiran, putra Ratu Tunggak atau kakak kandungnya. Sebab, kedua anak tersebut belum lahir ketika ia meninggalkan Negeri Tanjung Pandan.
"Wahai, Para Rentenir! Sebaiknya, kembalikan semua harta tersebut ke Kerajaan Tanjung Pandan, dan lepaskan kedua anak itu!" seru Cerita Layang.
Kedua rentenir tersebut tidak menghiraukan seruan Cerita Layang. Mereka justru menantang Cerita Layang untuk mengadu kekuatan. Akhirnya, pertarungan sengit pun terjadi antara Cerita Layang dengan kedua rentenir itu beserta anak buahnya. Pertarungan itu berlangsung selama berhari-hari dan pada akhirnya dimenangkan oleh Cerita Layang.
Sementara itu, Sindiran Dewa dan Dewa Pasindiran dapat meloloskan diri dan lari masuk ke dalam hutan pada saat pertempuran itu berlangsung. Di tengah hutan, mereka bersepakat berpisah untuk mengadu nasib sendiri-sendiri. Sindiran Dewa berlari menuju ke arah Muara Bengkulu dan menetap di sana. Menurut cerita, ia diangkat menjadi anak dan diajari ilmu bela diri oleh seorang hulubang yang bernama Hulubalang Anak Dalam Wirodiwongso.
Pada suatu hari, Sindiran Dewa mendengar kabar bahwa negerinya, Tanjung Pandan, hancur diserang oleh Pangeran Cili. Rupanya, pengaren dari Aceh itu belum juga jera setelah dikalahkan oleh Cerita Layang. Ia menawan ayah dan kakak perempuan Sindiran Dewa yang bernama Item Manis. Mendengar kabar tersebut, Sindiran Dewa memohon izin kepada ayah angkat sekaligus gurunya untuk pergi menyelamatkan ayahanda dan kakaknya yang di tawan oleh Pangeran Cili di Negeri Aceh.
Sindiran Dewa berlayar ke Negeri Aceh dengan menggunakan rejung. Setibanya di sana, ia menyelinap masuk ke kediaman Pangeran Cili untuk melepaskan ayahanda dan kakaknya, dan kemudian membawa mereka ke rejung yang ditambatkan di tepi laut. Begitu ia hendak mengayuh rejungnya meninggalkan Negeri Aceh, tiba-tiba Pangeran Cili muncul dari balik semak-semak bersama dua anak buahnya.
"Hai, Anak Muda! Siapa kamu? Berani sekali kamu membawa lari tawananku. Ayo, kembalikan mereka kepadaku!" seru Pangeran Cili.
"Ketahuilah, hai pangeran licik! Aku ini putra Ratu Tunggak dari Kerajaan Tanjung Pandan! Jika kamu ingin mengambil tawananmu ini, langkahi dulu mayatku!" tantang Sindiran Dewa seraya melompat turun dari rejungnya.
"Dasar anak ingusan! Berani sekali kamu mengantarkan nyawamu kemari! Ayo majulah kalau berani!" seru Pangeran Cili.
Pertarungan sengit pun terjadi. Sindiran Dewa dikeroyok oleh Pangeran Cili bersama dua orang anak buanya. Baru saja pertarungan itu dimulai, tiba-tiba Dewa Pesindiran muncul membantu kakaknya. Tak berapa lama kemudian, Cerita Layang yang kebetulan lewat di tempat kejadian itu ikut membantu kedua putra Ratu Tanjung Pandan tersebut. Akhirnya pertarungan semakin seru, satu melawan satu. Sindiran Dewa dan adiknya melawan kedua anak buah Pangera Cili, sedangkan Cerita Layang berhadapan langsung dengan Pangeran Cili.
"Oh kamu lagi, hai Pangeran Cili! Rupanya kamu telah lupa pada janjimu dulu untuk tidak menjadi rentenir lagi!" seru Cerita Layang.
"Ketahuilah, hai Cerita Layang! Gara-gara kamu, aku menjadi bangkrut. Jadi, aku terpaksa kembali menjadi rentenir," kata Pangeran Cili.
Cerita Layang merasa bahwa Pangeran Cili tidak bisa diberi ampun lagi.
"Dasar orang serakah! Terimalah pukulanku ini!" seru Cerita Layang seraya melepaskan sebuah pukulan keras dan cepat ke dada Pangeran Cili.
Pangeran Cili pun tidak mampu lagi menghindar. Ia terpelanting jauh dan jatuh tersungkur di tanah dan tewas seketika. Melihat pangeran dari Aceh tidak bergerak lagi, Cerita Layang segera membantu Sindiran Dewa dan Dewa Pesindiran. Dalam waktu singkat, mereka pun berhasil mengalahkan kedua anak buah Pangeran Cili tersebut. Setelah itu, suasana menjadi hening. Cerita Layang dan kedua pangeran dari Tanjung Pandan itu saling berpandangan. Meskipun belum saling mengenal, hati mereka terasa sangat dekat.
"Hai, anak muda! Siapa kalian dan berasal dari mana?" tanya Cerita Layang.
"Kami adalah putra Ratu Tunggak dari Kerajaan Tanjung Pandan," jawab Sindiran Dewa.
Cerita Layang langsung tersentak kaget. Ia hampir tidak percaya dengan apa yang dikatakan Sindiran Dewa.
"Apa katamu? Kalian putra Ratu Tunggak?" Cerita Layang kembali bertanya.
"Benar, Tuan! Apakah Tuan mengenal ayahanda kami?" sahut Dewa Pesindiran.
Tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya, Cerita Layang langsung merangkul Sindiran Dewa dan Dewa Pesindiran. Tak terasa air matanya mengalir karena terharu dapat bertemu dengan keponakannya. Sindiran Dewa dan adiknya pun terheran-heran melihat sikap Cerita Layang.
"Maaf, Tuan! Kenapa Tuan menangis dan memeluk kami seperti ini?" tanya Sindiran Dewa heran.
Mendengar pertanyaan itu, Cerita Layang perlahan-lahan melepaskan pelukannya.
"Ketahuilah, wahai anak-anakku! Aku ini paman kalian. Aku Cerita Layang, adik kandung ayah kalian," ungkap Cerita Layang.
Mendengar keterangan itu, Sindiran Dewa dan adiknya pun tak kuasa membendung air matanya. Mereka ikut terharu dan gembira karena telah bertemu dengan paman mereka yang telah menghilang selama puluhan tahun.
"Maafkan kami, Paman! Kami tidak mengerti sama sekali bahwa orang yang selama ini menyelamatkan kami dari perbuatan jahat Pangeran Cili adalah Paman," ucap Sindiran Dewa.
"Tidak apa-apa, anak-anakku! Lupakanlah semua kejadian itu. Mana ayahanda kalian?" tanya Cerita Layang.
"Ayahanda ada di atas rejung bersama Kak Itam Manis, Paman!" jawab Dewa Pesindiran.
Sindiran Dewa dan adiknya pun mengajak sang Paman menemui ayahanda dan kakak mereka. Betapa senangnya hati Ratu Tunggak bertemu kembali dengan adik kandungnya, Cerita Layang. Mereka pun saling berpelukan dalam suasana penuh haru.
Akhirnya, Cerita Layang bersama kakak dan ketiga ponakannya kembali ke Negeri Tanjung Pandan. Sejak itu, Cerita Layang memutuskan tinggal di Negeri Tanjung Pandan untuk membantu kakaknya menata kembali kerajaan yang telah diporak-porandakan oleh Pangeran Cili. Setelah suasana kembali normal, Pangeran Sindiran Dewa dinobatkan menjadi raja dan Cerita Layang diangkat menjadi penasehat kerajaan. Cerita Layang pun hidup berbahagia bersama kakak dan ketiga keponakannya di istana Tanjung Pandan.
* * *
Demikian cerita Cerita Layang dari Provinsi Bangka-Belitung, Indonesia. Pelajaran yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa gemar menolong orang lain, pada hakikatnya menolong diri kita sendiri. Semakin banyak menolong orang lain, maka Tuhan pun akan semakin sering menolong kita dengan cara yang tak terduga. Hal ini terlihat pada perilaku Cerita Layang. Berkat kegemarannya menolong lain, akhirnya Tuhan mempertemukan kembali dengan kakak kandungnya, Ratu Tunggak. Dikatakan dalam Tunjuk Ajar Melayu:

wahai ananda dengarlah manat,
tulus dan ikhlas jadikan azimat
berkorban menolong sesama umat
semoga hidupmu beroleh rahmat



Sumber : Perpustakaan Budaya Indonesia
Oleh     : Tresna Purnama Dewi

Senin, 20 Januari 2014

Bujang Katak

Cerita RakyatProvinsi: Bangka Belitung
Asal Daerah: Bangka 

Bujang Katak adalah seorang pemuda miskin yang tinggal di sebuah dusun di daerah Bangka, Provinsi Bangka-Belitung (Babel), Indonesia. Ia dipanggil Bujang Katak karena bentuk tubuhnya seperti katak. Walaupun demikian, ia mempunyai istri seorang putri raja yang cantik jelita. Bagaimana Bujang Katak dapat mempersunting seorang putri raja? Ikuti kisahnya dalam cerita Bujang Katak berikut ini!
* * *
Alkisah, di sebuah dusun di daerah Bangka, Provinsi Bangka-Belitung (Babel), hidup seorang perempuan tua yang sangat miskin. Ia tinggal seorang diri di sebuah gubuk reot yang terletak di kaki bukit. Ia tidak memiliki sanak saudara. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ia menggarap sebidang tanah (ladang) warisan orang tuanya.
Pada suatu ketika, musim tanam tiba. Seluruh warga dusun sibuk bekerja di ladang masing-masing, tidak terkecuali perempuan tua itu. Namun karena tubuhnya sudah lemah, ia sebentar-sebentar beristirahat untuk melepas lelah. Ketika sedang duduk beristirahat, tiba-tiba ia berangan-angan ingin mempunyai anak.
"Seadainya aku mempunyai anak tentu aku tidak secapek ini bekerja. Bagaimana jadinya nanti kalau aku sudah tidak mampu lagi bekerja. Siapa yang akan menggarap ladang ini?" pikirnya.
Setelah itu, ia pun kembali melanjutkan pekerjaannya. Menjelang siang hari, ia kembali ke gubuknya untuk beristirahat. Pada malam harinya, cuaca tampak terang, ia duduk-duduk di depan gubuknya. Pandangan matanya menerawang ke langit. Ia kembali berangan-angan ingin mempunyai anak.
Perempuan tua itu segera menengadahkan kedua tangannya ke atas lalu berdoa, "Ya, Tuhanku! Berilah hamba seorang anak, walaupun hanya berbentuk katak."
Berselang tiga hari kemudian, perempuan tua itu merasakan ada sesuatu yang aneh di dalam perutnya.
"Ya Tuhan! Ada apa di dalam perutku ini. Sepertinya ada benda yang bergerak-gerak," ucap perempuan itu sambil mengelus-elus perutnya.
Rupanya, ia sedang mengandung. Tuhan telah mengabulkan doanya. Alangkah bahagianya hati perempuan tua itu. Semakin hari perutnya pun tampak semakin membesar. Para penduduk dusun pun bertanya-tanya mengenai kehamilan perempuan tua itu.
"Bagaimana si tua renta itu bisa hamil? Bukankah dia itu tidak mempunyai suami?" kata seorang penduduk.
"Wah, jangan-jangan dia telah berbuat tidak senonoh di dusun ini," sahut seorang warga lainnya.
Demikian, perempuan itu setiap hari menjadi bahan pembicaraan para penduduk. Pada suatu malam, perempuan itu berteriak-teriak meminta tolong karena mengalami sakit perut yang luar biasa. Mendengar teriakan itu, para warga pun berdatangan hendak menolongnya. Namun, baru saja sampai di depan gubuk perempuan tua itu, mereka mendengar suara tangis bayi. Alangkah terkejutnya mereka ketika masuk ke dalam gubuk. Ternyata perempuan tua itu telah melahirkan seorang anak yang bentuk dan kulitnya seperti katak.
"Hei, Perempuan Tua! Bagaimana hal ini bisa terjadi?" tanya seorang warga heran.
"Iya. Apakah kamu telah berhubungan badan dengan katak?" tanya warga lainnya dengan nada mengejek.
Perempuan itu pun menceritakan semua kejadian yang telah dialaminya hingga ia bisa melahirkan anak berbentuk seekor katak. Setelah mendengar penuturan si perempuan tua itu, para warga pun kembali ke rumah masing-masing.
Sementara perempuan tua itu tetap menerima kenyataan dengan perasaan suka-cita. Ia sadar bahwa kenyataan yang dialaminya adalah permintaannya sendiri. Ia pun merawat dan membesarkan bayinya dengan penuh kasih sayang.
Waktu terus berjalan. Anak yang mirip katak itu tumbuh menjadi dewasa. Penduduk dusun memanggilnya Bujang Katak. Ia adalah pemuda yang rajin. Sejak kecil ia tidak pernah pergi ke mana-mana, kecuali membantu ibunya bekerja di ladang, sehingga ia tidak mengetahui situasi dan kehidupan di sekelilingnya. Ibunya pun tidak pernah bercerita kepadanya.
Pada suatu hari, Bujang Katak meminta ibunya agar bercerita kepadanya tentang keadaan di negeri itu.
"Anakku, ketahuilah! Negeri ini diperintah oleh seorang raja yang mempunyai tujuhputri yang cantik dan rupawan. Ketujuh putri raja tersebut belum seorang pun yang menikah," cerita sang Ibu.
Sejak mendengar cerita ibunya itu, Bujang Katak selalu tampak murung membayangkan kecantikan ketujuh putri sang Raja. Dalam hatinya, ia ingin sekali mempersunting salah seorang dari mereka. Namun, ia tidak berani mengungkapkan perasaan tersebut kepada ibunya.
Pada suatu sore, sang Ibu melihatnya sedang duduk termenung seorang diri di depan gubuknya.
"Apa yang sedang kamu pikirkan, Anakku? Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" tanya sang Ibu sembari duduk di samping anaknya.
"Benar, Bu!" jawab Bujang Katak singkat.
"Apakah itu, Anakku? Katakanlah!" desak ibunya.
"Bu, bukankah aku sekarang sudah dewasa? Aku ingin mempunyai seorang pendamping hidup. Sudikah Ibu meminang salah seorang putri raja untukku?" pinta Bujang Katak.
Betapa terkejutnya sang Ibu mendengar permintaan anaknya itu. Baginya, permintaan itu sangatlah berat.
"Sungguh berat permintaanmu itu, Anakku! Kita ini orang miskin. Mustahil dari tujuh putri raja tersebut ada yang mau menikah denganmu, apalagi melihat kondisimu seperti ini," ujar sang Ibu.
"Tapi, Bu! Sebaiknya Ibu mencobanya dulu. Siapa tahu salah seorang di antara mereka ada yang mau menerima lamaranku," desak Bujang Katak.
Oleh karena sayang kepada putranya, sang Ibu pun menyanggupi permintaan itu. Keesokan harinya, berangkatlah sang Ibu seorang diri ke istana hendak melamar salah seorang putri raja. Sesampainya di istana, ia pun disambut dengan baik oleh sang Raja.
"Hai, Perempuan Tua! Kamu siapa dan apa maksud kedatanganmu kemari?" tanya sang Raja.
Namun karena tidak berani berkata terus terang, Ibu Bujang Katak menjawabnya dengan pantun.
"Te... sekate menjadi gelang.
Pe... setempe nek madeh pesan urang"
Sang Raja yang mengerti maksud pantun itu kembali bertanya kepada perempuan itu.
"Apakah engkau ingin meminang salah seorang putriku?"
"Be... be... benar, Baginda! Hamba mohon ampun atas kelancangan hamba. Kedatangan hamba kemari ingin menyampaikan pinangan putra hamba yang bernama Bujang Katak kepada salah seorang putri Baginda," jawab perempuan itu gugup.
"Ooo, begitu! Baiklah, aku akan menanyakan dulu hal ini kepada ketujuh putriku," kata sang Raja.
Sang Raja pun segera memanggil ketujuh putrinya untuk menghadap. Setelah mengetahui maksud kedatangan perempuan itu, para putri Raja bukannya memberikan jawaban dengan kata-kata sopan, melainkan memperlakukan perempuan itu dengan tindakan kasar. Satu per satu mereka maju meludahi kepala perempuan tua itu. Hanya Putri Bungsu yang tidak melakukan hal itu. Hatinya tidak tega melihat kakak-kakaknya berlaku kasar kepada perempuan tua itu. Namun, ia juga tidak berani mengatakan bahwa ia sebenarnya bersedia menerima pinangan tersebut, karena takut kepada sang Raja.
Ibu Bujang Katak pun pulang dengan perasaan sedih. Sesampainya di gubuk, ia segera menceritakan semua kejadian yang dialaminya di istana kepada Bujang Katak. Mendengar cerita ibunya tersebut, Bujang Katak merasa yakin bahwa Putri Bungsu sebenarnya bersedia menerima pinangannya.
"Besok Ibu harus kembali ke istana untuk menemaniku menghadap sang Raja. Aku yakin Putri Bungsu akan menerima pinanganku, karena dialah satu-satunya yang tidak meludahi kepala Ibu," kata Bujang Katak dengan nada sedikit memaksa.
Keesokan harinya, Bujang Katak bersama ibunya berangkat ke istana. Alangkah terkejutnya sang Raja saat melihat Bujang Katak yang datang bersama ibunya.
"Hei, perempuan tua! Apakah ini anakmu yang bernama Bujang Katak itu?" tanya sang Raja.
"Benar, Baginda," jawab ibu Bujang Katak.
"Ha... ha..., pantas saja ia dinamakan Bujang Katak! Bentuknya mirip seperti katak," ucap sang Raja mengejek.
Setelah itu, sang Raja pun segera memanggil ketujuh putrinya dan menanyakan apakah mereka bersedia menikah dengan si manusia katak. Namun, dengan sombongnya, para putri Raja satu per satu meludahi kepala Bujang Katak, kecuali si Putri Bungsu.
Melihat sikap putri bungsunya itu, sang Raja pun bertanya kepadanya.
"Hei, Putriku! Kenapa kamu diam saja? Apakah kamu bersedia menikah dengan manusia katak itu?"
"Ampun, Ayahanda! Jika Ayahanda merestui, Ananda bersedia menjadi istri Bujang Katak," jawab Putri Bungsu.
Alangkah terkejutnya sang Raja mendengar jawaban putrinya itu. Ia pun segera meminta nasehat kepada menteri penasehat Raja. Rupanya, menteri penasehat Raja setuju jika Putri Bungsu menikah dengan Bujang Katak.
"Baiklah, manusia katak! Kamu boleh menikah dengan putriku, asalkan sanggup memenuhi satu syarat," kata sang Raja.
"Apakah syarat itu, Baginda?" tanya Bujang Katak penasaran.
"Kamu harus membuat jembatan emas yang panjangnya mulai dari gubukmu sampai pintu gerbang istana ini. Apakah kamu sanggup menerima syaratku ini?" tanya sang Raja.
'Hamba sanggup, Baginda!" jawab Bujang Katak.
"Tapi, ingat! Jembatan emas itu harus terwujud dalam waktu satu minggu. Jika tidak, maka hukuman mati yang akan kamu dapatkan," ancam sang Raja.
Bujang Katak pun tidak gentar terhadap ancaman sang Raja. Dengan perasaan gembira, ia bersama ibunya segera kembali ke gubuknya. Sesampainya di gubuk, sang Ibu kebingungan memikirkan cara untuk memenuhi permintaan sang Raja tersebut. Ia tidak ingin kehilangan anak yang sangat disayanginya itu.
"Anakku! Bagaimana kita dapat mewujudkan permintaan Raja, sementara kita ini orang miskin?" tanya sang Ibu bingung.
"Tenang, Bu! Aku akan pergi bertapa di suatu tempat yang sepi. Jika Yang Mahakuasa menghendaki, apapun bisa terjadi," jawab Bujang Katak dengan penuh keyakinan.
Pada saat hari mulai gelap, Bujang Katak ditemani ibunya pergi ke suatu tempat yang sepi di tengah hutan untuk bertapa. Sudah enam hari enam malam ia dan ibunya bertapa, namun belum juga menemukan tanda-tanda akan datangnya keajaiban. Pada malam ketujuh, keajaiban itu pun tiba. Seluruh tubuh Bujang Katak memancarkan sinar berwarna kekuning-kuningan. Kulit katak yang menyelimuti seluruh tubuhnya sedikit demi sedikit mengelupas. Secara ajaib, Bujang Katak pun berubah menjadi pemuda yang tampan dan gagah. Kemudian ia membakar kulit katak pembalut tubuhnya itu. Maka seketika itu pula, kulit katak tersebut menjelma menjadi tumpukan emas batangan. Dengan perasaan gembira, Bujang Katak bersama ibunya segera menyusun emas batangan tersebut dari gubuknya hingga pintu gerbang istana. Dalam waktu semalam, terwujudlah sebuah jembatan emas seperti yang diminta oleh sang Raja.
Keesokan harinya, istana menjadi gempar. Sang Raja beserta seluruh keluarga istana yang mengetahui keberadaan jembatan emas itu segera berlari menuju ke arah pintu gerbang istana. Sang Raja sangat kagum melihat keindahan jembatan emas itu. Batangan-batangan emas yang diterpa sinar matahari pagi tersebut memancarkan sinar kekuning-kuningan. Beberapa saat kemudian, dari kejauhan tampak seorang perempuan tua berjalan beriringan dengan seorang pemuda tampan dan gagah sedang menuju ke arah tempat mereka berdiri.
"Hei, Pengawal! Siapa kedua orang itu?" tanya sang Raja kepada pengawalnya.
"Ampun, Baginda! Bukankah perempuan tua itu ibunya Bujang Katak? Tapi, Baginda, hamba tidak mengenal siapa pemuda yang sedang berjalan bersamanya itu," jawab seorang pengawal.
Ketika perempuan tua dan pemuda itu sampai di depannya, sang Raja pun segera bertanya, "Hei, perempuan tua! Siapa pemuda itu?"
"Dia Bujang Katak, putra hamba," jawab perempuan tua itu lalu menceritakan semua peristiwa yang dialami Bujang Katak hingga ia bisa berubah menjadi pemuda yang tampan.
Bujang Katak pun segera berlutut memberi hormat kepada sang Raja.
"Ampun, Baginda! Hamba ini Bujang Katak," kata Bujang Katak.
Betapa terkejutnya sang Raja beserta seluruh keluarga istana. Mereka benar-benar tidak pernah mengira sebelumnya jika Bujang Katak adalah seorang pemuda yang gagah dan tampan.
"Baiklah, Bujang Katak! Karena kamu telah memenuhi persyaratanku, maka sesuai dengan janjiku, aku akan menikahkanmu dengan putri bungsuku," kata sang Raja.
Beberapa hari kemudian, pesta pernikahan Bujang Katak dengan Putri Bungsu dilangsungkan selama tujuh hari tujuh malam. Para undangan yang datang dari penjuru negeri turut gembira dan bahagia menyaksikan pesta pernikahan tersebut. Namun, lain halnya dengan keenam kakak Putri Bungsu, mereka sangat sedih dan menyesal karena telah menolak pinangan Bujang Katak.
Usai pesta perkawinan tersebut, keenam kakak Putri Bungsu memerintahkan kepada seorang pengawal istana untuk pergi menangkap katak di sawah. Mereka mengira bahwa Bujang Katak berasal dari katak biasa yang hidup di sawah. Tidak berapa lama, pengawal itu pun kembali dari sawah sambil membawa enam ekor katak. Setiap putri mendapat seekor katak, lalu membawanya masuk ke dalam kamar masing-masing dan memasukkannya ke dalam lemari dengan harapan katak-katak tersebut akan menjelma menjadi seorang pemuda tampan seperti Bujang Katak.
Tujuh hari kemudian, keenam putri tersebut membuka lemari masing-masing. Namun malang nasib mereka, katak-katak tersebut bukannya menjelma menjadi pemuda tampan, melainkan mati dan sudah berulat karena tidak diberi makan. Bau busuk pun menyebar ke mana-mana. Keenam putri tersebut keluar dari kamarnya sambil muntah-muntah.
Akhirnya seisi istana menjadi gempar. Seluruh penghuni istana turut muntah-muntah karena mencium bau busuk itu. Sang Raja pun menjadi murka melihat perbuatan keenam putrinya tersebut dan memberi hukuman kepada mereka, yaitu memerintahkan mereka untuk membersihkan kamar masing-masing dari bau busuk itu. Bujang Katak dan Putri Bungsu pun hanya tersenyum melihat kelakuan keenam kakaknya tersebut.
Beberapa tahun kemudian. Sang Raja sudah tidak mampu lagi menjalankan tugas-tugas kerajaan karena usianya yang sudah semakian tua. Akhirnya, ia pun mengundurkan diri dan menobatkan Bujang Katak sebagai raja. Bujang Katak bersama istrinya memimpin negeri itu dengan arif dan bijaksana.
* * *
Demikian cerita Bujang Katak dari daerah Bangka, Provinsi Bangka-Belitung (Babel), Indonesia. Cerita di atas termasuk kategori dongeng yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Setidaknya ada dua pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas yaitu, keburukan sifat suka memandang rendah orang lain dan suka bertindak bodoh.
Pertama, sifat suka memandang rendah orang lain. Sifat ini tercermin pada sikap dan perilaku keenam putri Raja yang memandang rendah Bujang Katak dengan meludahi kepalanya. Dalam kehidupan orang Melayu, sifat ini sangatlah tercela. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:
kalau suka merendahkan orang,
kalau tak menjadi abu, menjadi arang

Kedua, keburukan sifat suka bertindak bodoh. Sifat ini tercermin pada sikap dan perilaku keenam putri Raja. Mereka menyimpan katak di dalam kamar masing-masing, karena mengira katak-katak tersebut akan berubah menjadi seorang pemuda tampan seperti Bujang Katak. Akibatnya, mereka mendapat hukuman dari sang Raja karena menyebabkan istana berbau bangkai katak.




Cerita Rakyat Bangka Belitung "Asal Usul Pulau Belitung"


Belitung atau Belitong (sejenis siput laut) adalah nama sebuah pulau tropis yang terletak di lepas pantai timur Pulau Sumatra, bagian dari Provinsi Bangka-Belitung, Indonesia. Menurut cerita, pulau yang bentuknya mirip kepala manusia ini merupakan bagian semenanjung utara Pulau Bali yang terputus, lalu hanyut terbawa arus gelombang menuju ke arah utara. Peristiwa apakah yang menyebabkan Pulau Bali terputus? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita Asal Usul Pulau Belitung berikut ini.
* * *
Alkisah, di Pulau Bali, Indonesia, hidup seorang raja yang adil dan bijaksana. Sang Raja sangat disegani dan disayangi oleh rakyatnya. Apapun yang dititahkannya pasti dipatuhi oleh rakyatnya. Raja tersebut mempunyai seorang gadis yang cantik jelita. Kecantikannya terkenal hingga ke berbagai negeri. Sudah banyak pemuda dan putra mahkota yang datang melamarnya, namun tak satu pun lamaran mereka yang diterimanya.
Pada suatu hari, seorang putra mahkota tampan dari kerajaan tetangga datang melamarnya. Ia adalah putra dari sahabat karib ayahandanya. Namun, sang Putri tetap menolak lamaran tersebut. Sang Raja dan Permaisuri sangat heran melihat sikap putrinya itu.
"Permaisuriku! Ada apa dengan putri kita? Kenapa setiap pelamar yang datang selalu ditolaknya?" tanya sang Raja kepada permaisurinya.
"Entahlah, Kanda! Tapi, Dinda merasa putri kita sedang menyembunyikan sesuatu," kata permaisuri.
"Kalau begitu, sebaiknya hal ini kita tanyakan langsung kepadanya," kata sang Raja.
"Baiklah, Kanda. Biarlah Dinda yang bicara kepadanya mengenai hal ini," sahut permaisuri.
Pada suatu sore, permaisuri melihat putrinya sedang duduk di kamarnya. Ia pun segera menghampirinya.
"Putriku! Mengapa Ananda selalu menolak lamaran yang datang?"
Mendengar pertanyaan permaisuri, sang Putri hanya terdiam menunduk. Mulanya, ia malu untuk mengungkapkan alasannya menolak lamaran tersebut. Namun setelah didesak, dengan berat hati sang Putri pun menjawab:
"Maafkan Ananda, Bunda! Bukannya Ananda tidak mau menerima lamaran mereka. Tapi, Ananda merasa malu dengan penyakit yang sedang Ananda derita ini."
"Penyakit apakah yang sedang Ananda derita? Kenapa Ananda tidak pernah bercerita kepada Bunda?" sang Permaisuri bertanya lagi.
Pertanyaan permaisuri itu membuat sang Putri kembali terdiam. Ia tidak berani menatap ibundanya. Melihat hal itu, sang Permaisuri pun memeluk putri kesayangannya itu.
"Putriku! Penyakit apakah yang sedang Ananda derita? Ceritakanlah kepada Bunda!" bujuk permaisuri.
Sambil menangis terisak di pelukan ibundanya, sang Putri pun bercerita tentang keadaan penyakit yang ia derita.
"Ananda sedang mengidap penyakit kelamin, Bunda," ungkap sang Putri.
Mendengar cerita itu, Permaisuri pun mengerti dan merasa sedih atas nasib yang menimpa putrinya. Ia pun segera menyampaikan berita buruk itu kepada Baginda Raja.
"Kanda! Dinda sudah tahu alasan kenapa putri kita selalu menolak setiap lamaran yang datang. Rupanya, putri kita sedang mengidap penyakit kelamin," kata permaisuri.
Betapa terkejutnya sang Raja mendengar berita itu. Ia bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Setelah berpikir sejenak, akhirnya Baginda Raja dan permaisuri memutuskan untuk mengadakan sayembara. Barang siapa yang mampu menyembuhkan penyakit sang Putri akan dinikahkan dengan sang Putri. Sang Raja pun segera memerintahkan kepada hulubalang istana agar menyebarkan pengumuman ke berbagai negeri.
Pada hari yang telah ditentukan, berkumpullah para ahli pengobatan dari berbagai penjuru untuk mengikuti sayembara tersebut. Satu per satu para ahli tersebut dipanggil untuk mengobati penyakit sang Putri. Meskipun para ahli tersebut telah mengeluarkan kemampuan dan kesaktian masing-masing, namun tak seorang pun yang berhasil menyembuhkan penyakit sang Putri. Putuslah harapan sang Raja dan permaisuri. Oleh karena khawatir penyakit sang Putri akan menular kepada orang-orang di sekitarnya, akhirnya sang Raja pun memutuskan untuk mengasingkan putrinya ke tengah hutan di semenanjung sebelah utara Pulau Bali.
Keesokan harinya, setelah segala sesuatunya disiapkan, sang Putri pun diantar ke tempat pengasingan. Ia diantar oleh sang Raja dan permaisuri beserta para pembantu istana. Sesampainya di sana, sang Putri dibuatkan sebuah pondokan untuk tempat tinggal. Setelah itu, sang Putri pun ditinggal bersama anjing peliharaannya yang bernama Tumang. Sebelum kembali ke istana, permaisuri berusaha membujuk dan menenangkan hati putrinya.
"Maafkan kami, Putriku! Ayahanda dan Bunda terpaksa meninggalkan Nanda sendirian di sini hingga penyakit Ananda sembuh. Ananda tidak usah khawatir, sesekali waktu Bunda akan mengutus beberapa orang pengawal istana untuk mengantarkan makanan dan segala keperluan Ananda selama tinggal di sini," ujar permaisuri kepada putrinya.
"Baiklah, Bunda! Demi keselamatan orang lain, Nanda rela tinggal di sini. Lagi pula, Ananda sudah ditemani oleh si Tumang," kata sang Putri.
Setelah memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa untuk perlindungan sang Putri, dengan perasaan sedih sang Raja dan permaisuri beserta rombongannya pergi meninggalkan tempat tersebut.
Selama berada di dalam hutan itu, sang Putri selalu ditemani oleh anjing kesayangannya ke mana pun ia pergi. Pada suatu hari, ketika sang Putri sedang buang air kecil, si Tumang menjilat air kencing sang Putri. Bahkan si Tumang juga menjilat sisa-sisa air kencing yang masih melekat di kemaluan sang Putri. Melihat hal itu, sang Putri tetap membiarkannya. Kejadian seperti itu berlangsung hampir setiap kali sang Putri buang air kecil.
Setelah beberapa bulan berada di tempat itu, sang Putri mulai merasa kesepian. Sebagai seorang gadis yang sedang mengalami kasmaran yang menggelora, tentu ia mendambakan kehangatan kasih mesra seorang kekasih. Ketika asmaranya semakin menggelora dan tak mampu lagi menahannya, akhirnya sang Putri pun melampiaskan nafsunya kepada anjing kesayangannya. Kebiasaan sang Putri membiarkan anjingnya menjilat kemaluannya setiap selesai buang air kecil berubah menjadi hubungan kelamin, hingga akhirnya sang Putri mengandung. Namun, saat itu pula terjadi suatu keanehan. Penyakit yang diderita sang Putri berangsur sembuh.
Pada suatu hari, utusan dari istana datang mengantarkan makanan dan keperluan untuk sang Putri. Betapa terkejutnya para utusan tersebut ketika melihat perut sang Putri yang sudah membesar.
"Ampun, Tuan Putri! Apa yang sedang menimpa Tuan Putri, kenapa perut Tuan Putri menjadi besar begitu?" tanya seorang utusan.
Mulanya, sang Putri enggan untuk menceritakan semua kejadian yang dialaminya. Setelah didesak, akhirnya ia pun berterus terang dan menceritakan apa yang telah dilakukannya dengan si Tumang. Ia juga bercerita bahwa sejak berhubungan dengan si Tumang, penyakit kelaminnya berangsur sembuh.
Mendengar pernyataan sang Putri, para utusan itu pun segera kembali ke istana untuk menyampaikan berita tersebut kepada sang Raja. Mulanya sang Raja sangat senang ketika mendengar penyakit putrinya telah sembuh. Namun, alangkah terkejutnya sang Raja ketika mendengar putrinya telah berhubungan badan dengan si Tumang. Mendengar kabar buruk itu, sang Raja bagaikan disambar petir. Ia benar-benar tidak pernah menyangka sebelumnya jika putrinya akan melakukan perbuatan yang sangat memalukan itu. Ia pun menjadi murka dan tidak menerima perbuatan putrinya yang telah mencemarkan nama baik keluarga istana.
Pada suatu malam, Sang Raja mensucikan diri dan memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar menghukum putrinya.
"Ya, Tuhan! Berilah hukuman kepada putriku yang telah melanggar perintahmu! Hancurkanlah tempat di mana Putriku telah melakukan perbuatan tercela!"
Doa sang Raja pun dikabulkan. Beberapa hari kemudian, hujan deras disertai angin sangat kencang datang menerjang. Tidak berapa lama kemudian, bumi pun bergetar sehingga semenanjung Pulau Bali tempat sang Putri diasingkan itu terputus dan hanyut menuju ke arah utara.
Nun jauh di sana, di tengah laut lepas sebelah timur Pulau Sumatra, dua orang nelayan yang bernama Datuk Malim Angin dan Datuk Langgar Tuban sedang memancing ikan dengan menggunakan perahu sampan. Di tengah sedang asyik memancing, tiba-tiba mereka dikejutkan sebuah pemandangan yang aneh. Datuk Malim Angin melihat sebuah pulau sedang hanyut dan melintas tidak jauh dari tempat mereka memancing. Tanpa berpikir panjang, ia pun segera mengayuh sampan dan mengejar pulau itu. Ketika berhasil mencapai salah satu bagian pulau tersebut, Datuk Malim Angin pun segera mengambil sebuah tali sauh dan mengikatkannya pada sebatang pohon yang ada di kaki sebuah gunung, kemudian melemparkan jangkarnya yang telah diikatkan pada ujung tali itu ke dasar laut. Beberapa saat kemudian, pulau itu pun berhenti dan tidak hanyut lagi.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, gunung tempat Datuk Malim Angin menambatkan tali sauhnya disebut dengan Gunung Baginde yang kini terletak di Kampung Padang Kandis, Membalong, Belitung. Sementara pulau yang hanyut itu, masyarakat setempat menyebutnya Pulau Belitong, yang berasal dari kata Bali terpotong. Lama kelamaan penyebutannya berubah menjadi Belitung.
* * *
Demikian cerita Asal Usul Pulau Belitung dari daerah Provinsi Bangka-Belitung, Indonesia. Cerita di atas termasuk kategori legenda yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah ganjaran dari perbuatan lengah dan tidak mampu menahan hawa nafsu, sebagaimana yang dialami oleh sang Putri. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:
ingat hidup banyak godaan
di kiri iblis di kanan setan
nafsu menanti di dalam badan
selera menunggu di angan-angan
bila lengah hidup mengenyam
bila lalai rusaklah iman


Sumber : Perpustakaan Budaya Indonesia
Oleh     : Tresna Purnama Dewi

Selasa, 07 Januari 2014

anak-anak fajar indah

Kesenian kuda lumping pada awalnya tumbuh dan berkembang di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Melalui proses transmigrasi yang dilakukan pada masa Pemerintahan Orde Baru, kesenian kuda lumping saat ini telah tumbuh dan berkembang di Desa Fajar indah dan Desa Panca Tunggal Kecamatan Pulau Besar kabupaten Bangka Selatan. Banyak anak-anak yang menjadi anggota paguyuban kesenian kuda lumping disela-sela sekolah mereka.

Masyarakat yang tinggal di Desa Fajar Indah merupakan masyarakat yang pada umumnya adalah masyarakat transmigrasi. Masyarakat pendatang, kebanyakan dari mereka adalah berasal dari Jawa yang datang ke Desa Fajar Indah melalui program transmigrasi. namun terdapat juga beberapa masyarakat Desa fajar indah yang tinggal dan menetap yang berasal dari lampung, Sumatra utara dan sumatra selatan. 
Desa Fajar Indah yang merupakan masyarakat transmigran tidak melepas jati diri serta budaya-budaya nenek moyang mereka yang dapat dijadikan sebagai identitas desa walaupun sudah tinggal dan menetap di Bangka Belitung, misalnya dengan tetap menggunakan alat-alat tradisional khas jawa, seperti gendang, nyanyian, tarian, kesenian Ketoprak dan Kuda Lumping Walaupun hanya digunakan pada saat pertunjukkan tertentu saja seperti pernikahan, perayaan hari Besar Keagamaan. Akan tetapi hal tersebut untuk saat ini fasilitas-fasilitas kesenian tersebut sudah tidak lagi digunakan karena rusak, dan minimnya peralatan menjadikan masyarakat tidak bisa memanfaatkannya.

harapan masyarakat, pemerintah dapat membantu masyarakat transmigrasi yang ada didesa fajar indah karena selain budaya-budaya kesenian yang ada di desa fajar indah banyak pula yang dapat dikembangkan seperti pertanian dan perikanan. tentu hal ini akan manambah niali positif bagi kabupaten bangka Selatan dalam memajukan taraf ekonomi masyakakat pedesaan khususnya desa transmigrasi.

Tahar
tgl 7 Januari 2014